Surat Untuk Papa | #30HariMenulisSuratCinta

Jumat, 03 Februari 2012 0 komentar




Assalamu’alaykum warrahmatullah wabarokatuh..

Selamat malam papa,
Lama gak ketemu pa ya..

Rindu? Itu sudah pasti pa. Entah sampai kapan berteman dengan rindu, berikut pun dengan waktu. Harus benar-benar mengakrabkan diri dengan keduanya. Mereka seperti teman sejawat yang merekat lekat.

Eh, masih ingat gak pa.. dulu waktu kecil, aku sering banget nangis. Entah kenapa aku lebih cengeng dari anak-anak yang lain. Apalagi ketika Papa datang dengan senjata sapu atau ikat pinggang kulit. Buru-buru aku menahan air mata sekuat mungkin, hingga satu, dua pukulan panas tak berbekas. Aku mencoba kuat pa.. kuat tanpa air mata, tapi ketika Nenek memelukku, air mata itu tak bisa ditahan lagi. Hmm.. Nenek selalu menjadi penyelamat.

Ketika waktu SD dulu, aku selalu senang ketika harus memperkenalkan diri di depan kelas, begitu pula saat SMP dan SMA. Nama pemberian Papa sungguh keren. Ini hadiah yang gak akan pernah lekang oleh waktu. Berasa modern banget, meninggalkan teman-teman dengan nama standar Indonesia, Jawa dan kearab-araban. Jika sebuah nama adalah doa, aku sangat berharap doa Papa akan kuwujudkan segera. Iya pa... nanti cucu Papa akan mendapat nama yang gak kalah keren dari yang diberikan Papa. Janji deh..

Museum Kota Malang, bibirku selalu tersenyum ketika lewat depan bangunan tua itu. Inget ketika jalan-jalan pagi dengan keluarga lengkap. Rekreasi kita hanya sesederhana itu, bukan Bali atau Borobudur. Tapi jujur pa.. itu rekreasi terindah selama aku hidup. Masih dalam keluarga lengkap genap.

17 Agustusan waktu aku kecil dulu seru ya pa.. semua rumah ramai-ramai memasang lampu hias warn-warni. Begitu juga dengan rumah kita dulu kan pa.. dihias dengan lampu kerlap-kerlip yang menyala-nyala berubah warna. Meski sederhana, lampu itu selalu aku banggakan di depan teman-teman yang lain. Berkacak pinggang seakan memiliki istana termegah di dunia.

Hmm.. Mc Donalds.. Makanan Fast Food Amerika itu selalu gak pernah lupa. Yaaah.. bagaimana bisa lupa pa... jika harus ngumpulin uang hasil angpao lebaran biar bisa makan yang namanya burger. Makanan paling lezat di dunia. Makanan yang setahun sekali baru bisa dicicipi.

Oiya pa.. Aku masih ingat, waktu itu liburan sekolah, tapi apa daya, papa harus bekerja. Kala itu jam dinding tercondong pukul 10.00, Tiba-tiba, mobil sebuah mobil panther meraung-raung di depan rumah. Sepertinya mobil Om Antok, teman Papa. Kemudian pintu samping kiri dibuka. Aku kaget pa... Papa sudah pulang. 2 jam yang lalu Papa baru berangkat ke Kantor, dan waktu itu Papa dibopong 2 orang teman Papa, beranjak menuju kamar mandi, lalu muntah.

Aku terkejut, Papa muntah darah..

Untuk pertama kalinya, Aku takut pa.. takut kehilangan Papa..

Sepertinya bayangan kelam mulai menggelayuti dan berputar-putar di kepalaku. Hanya duduk terdiam terpaku. Setelah itu Papa berangsur sakit-sakitan, memang sudah lama aku tahu Papa divonis Hepatitis C, namun baru kali ini aku benar-benar takut. Takut kehilangan.

Hingga pada suatu hari, Masih ingat kan Pa.. tanggal 9 November 1998, papa sudah sakit lama sekali, lama gak jadi imam sholat berjamaah di masjid lagi. Entah mengapa malam itu di rumah ramai sekali. Biasanya yang nengokin papa sakit juga tetangga yang itu-itu saja, orang yang itu-itu saja. Tapi malam itu Bapak-bapak dan Ibu-ibu hampir satu komplek nengokin papa semua. Aku mulai kesal. Ramainya hari itu seakan gak ada hari lain aja buat nengokin papa. Kemarin-kemarin juga yang nengokin orang itu-itu saja. Hingga malam itu akhirnya kami tidur lebih dahulu, meninggalkan papa-mama melayani bincang-bincang tamu yang menurutku sih.. Mengganggu.

Esok harinya, pukul 4, Mama membangunkan kami, aku dan kakakku. Entah mengapa Mama membangunkan kami dengan mata sembab. Kami beranjak untuk menunaikan dua rakaat sholat shubuh. Lalu diajak ke kamar Papa-mama di kamar depan, di sana ada keluarga lengkap, ada Mama, Kakak, Nenek dan aku.

Aku menangis pa.. papa bisa lihat aku menangis kan..
Papa sudah terbaring dengan meraung-raung dengan mata yang hampir putih. Mama mulai menyuruh kami meminta maaf kepada Papa. Aku meraih tangan Papa dan menciumnya. Tangan papa dingin sekali. Lalu aku berkata,”Pa.. Maafkan aku..” Papa denger kan waktu itu..??
Maaf Pa.. waktu itu Aku masih cengeng.. aku menangis dengan keras. Begitu pula Mama, Nenek dan Kakak. Mereka menangis tak kalah keras.

Mama terus berbisik pada Papa,”Pa.. Mama sayang Papa..”

Papa waktu itu hanya bisa meraung.. seakan sulit sekali untuk mengucap sepatah kata..

Nenek menciumi kaki Papa, hingga kaki itu basah dengan air mata nenek.

Kakak berteriak,”Jangan Pa... jangan tinggalin Dila Pa..”

Sedangkan aku, hanya bisa menangis.. menangis takut..

Hingga akhirnya, Mama membisikkan kalimat Laa ilaa ha Illallaah.. Papa waktu itu Cuma bisa meraung-raung dengan bola mata terangkat ke atas. Sulit sekali untuk mengucap satu kata pun.

Aku Cuma bisa melihat dan menangis.

Papa hanya meraung raung, lamat-lamat aku mendengar kalimat Laa ilaa ha Illallah dari bibir Papa.. tipiiiiis sekali.. lalu Papa mengigit bibir dan berhenti mengeluarkan raungan. Mama mencium pipi Papa dengan air mata yang tak bisa berhenti. Terus mengalir.

Sedangkan aku hanya mencium tangan Papa yang semakin lama semakin dingin, hingga tangan itu basah oleh air mata.

Aku takut pa..

Papa pergi waktu aku belum genap 10 tahun.

Waktu itu aku gak bisa berhenti menangis pa.. maaf. Aku memang cengeng.

---

Oiya pa.. Ketika aku SMA, mama nikah lagi. Biar mama selalu ada terus yang menemani. Meskipun sosok ini gak bisa dibandingin sama Papa dulu.

Pa.. Papa Bravo Cuma ada satu. Gak ada yang lain.Gak tergantikan. Dan emang gak bisa diganti. Oleh siapa pun.

Pa.. Bravo sekarang sudah kerja. Maaf ya Pa.. gak bisa nemenin Mama lama-lama.. memang salah Bravo semata yang menjauhkanku dari Mama. Kebodohan ini menjauhkanku dari Mama. Sekali lagi maaf pa ya..

Percaya gak sih pa.. beda alam gak akan membuat cinta ini luntur. Rasa sayangku akan selalu terlantun dalam tiap-tiap huruf doa atas nama Papa.

Cinta ini akan selalu mengalir..

dan terus mengalir..


Terima Kasih Pa..
Dari putramu yang bodoh,
Bravo Aldito

0 komentar:

Posting Komentar

 

©Copyright 2011 Bravo | TNB